Kegigihan Petani Jagung Sumbawa

By Admin


nusakini.com - Sumbawa pada Selasa, 20 Maret 2018, lumayan gegap gempita. Pada hari itu dilakukan lagi ekspor jagung Indonesia. Jika sebelumnya ekspor jagung berasal dari Gorontalo dan Sulawesi Selatan (Sulsel), kali ini giliran Nusa Tenggara Barat (NTB).

Total tahun ini, tiga daerah telah menunjukkan kemampuan produksi yang tinggi sehingga mampu ekspor ke Philippina. Dan jumlahnya tidak main-main. Ekspor awal dari Gorontalo mencapai 57.650 ribu ton, Sulsel sebanyak 60.000 ton dan kali ini NTB sebesar 11.500 ton. Selama 2018, masing-masing akan mengirim jagungnya sebesar 100.000 ton, sehingga total ekspor Indonesia mencapai 300.000 ton.

Akan halnya NTB, ekspor dilakukan dari daerah penghasil jagung utamanya, yakni Kabupaten Sumbawa. Sumbawa sendiri memang sudah lama terkenal sebagai salah satu wilayah penghasil jagung di Indonesia, Bahkan petaninya memiliki kegigihan tanam yang cukup teruji. Mereka inilah yang senantiasa menjadi tulang punggung keberhasilan produksi jagung di NTB.

Petani di Kabupaten Sumbawa berasal dari berbagai etnis di Indonesia, misalnya Samawa, Sasak, Bima dan Bali. Kali ini yang berhasil ditemui adalah petani dari kelompok tani Alas Sari. Mereka rata-rata merupakan etnis Bali yang lahir dan menetap di Sumbawa, ataupun yang sudah lama bermukim di wilayah ini.

Ada tujuh orang anggota kelompok tani Alas Sari yang duduk menemani. Salah seorang di antaranya bernama Wayan Aswata. Laki-laki berusia 46 tahun ini menceritakan bahwa bertani jagung dilakukan sebagai penghasilan utama. Karena kondisi cuaca di Sumbawa yang kebanyakan kering, maka petani hanya menanam jagung setahun sekali. Musim tanam dilakukan sekitar Desember sampai Januari, dan hasilnya bisa dipetik pada Maret atau April.

Dalam sekali panen, menurut infomasi dari petani, paling tidak antara 6-7 ton per ha jagung bisa dipanen. Bahkan terkadang hasilnya lebih jika tanaman telaten dirawat, termasuk diberikan pupuk sesuai kebutuhan. Pendapatan kotor setiap panen rata-rata Rp 15 juta. Sesudah dikurangi biaya tanam, pupuk, tenaga kerja dan sebagainya, rata-rata didapatkan pendapatan bersih Rp 8 juta sekali panen untuk satu hektar lahan jagung.

Karena jagung hanya bisa ditanam sekali setahun di Sumbawa, maka petani mempunyai strategi penghidupan lainnya. Setiap tahun, sesudah musim tanam dan panen jagung pada Desember sampai April, petani ganti menanam tanaman hortikultura lainnya, seperti kacang tanah. Untuk kacang tanah misalnya, bisa ditanam dua kali setahun.

Tidak hanya bertanam hortikultura, para petani juga ada yang memadukan pertaniannya dengan peternakan. Semua anggota kelompok tani Alas Sari yang ditemui mengaku juga memelihara ternak. Ternak yang banyak dipelihara adalah sapi. Ada juga beberapa yang memelihara ayam.


Jika dilihat strategi penghidupan atau livelihood yang banyak dilakukan petani di Sumbawa, hal ini sejalan dengan program yang baru dicanangkan Kementerian Pertanian (Kementan) di NTB. Sebagai informasi tambahan, pada acara pelepasan ekspor jagung Selasa tersebut, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan juga sekaligus mencanangkan "Gerakan Masyarakat Jagung Integrasi Sapi" atau GEMAJIPI untuk NTB. Sisa-sisa panen jagung seperti daun dan tongkol bisa dimanfaatkan untuk pakan sapi. Dan inilah yang ternyata sudah cukup lama diterapkan oleh para petani jagung di NTB, termasuk kelompok tani Alas Sari, yakni integrasi jagung dan ternak (sapi).

Dari uraian para petani, jelas bahwa jagung sangat berarti bagi mereka. "Jagung adalah kehidupan kami. Sejak kecil saya diajar orang tua bertanam jagung. Karena itu, saya tidak bisa lepas dari jagung," kenang Ketut Iswarti, 32 tahun, sambil mengelap keringat di keningnya dengan tangan. Istri dari Wayan Aswata ini ternyata sudah turun temurun tinggal di Sumbawa dan bertani jagung. Ia bekerja tiap hari, sejak pukul 6 pagi untuk memastikan jagungnya terawat dengan baik.

Masyarakat Sumbawa memang tidak bisa lepas dari jagung. Bahkan mereka yang sudah memiliki pekerjaan lain seperti pegawai negeri, satpam dan polisi, tetap bertanam jagung untuk tambahan penghasilan. "Alam Sumbawa cocok untuk jagung. Meski jagung hanya ditanam setahun sekali, jagung di Sumbawa relatif lebih unggul dari daerah lain. Kadar air jagung di sini umumnya lebih rendah dari daerah lain. Teriknya matahari membuat jagung bisa mencapai kadar air 16 persen hanya dijemur dalam waktu sehari," jelas petani lain yang duduk tepat di samping Wayan.

"Saking cocoknya untuk jagung, tanah miringpun bisa ditanami," tambah Wayan tertawa. Apa yang dikatakan Wayan memang terbukti. Ladang jagung Wayan ada dua hamparan, dengan total luasan 6,5 ha. Hamparan pertama yang didatangi seluas 2 ha dominan berada di kemiringan 15-20 derajat di bukit indah tidak jauh dari laut.

Meski jagung berperan penting dalam kehidupan masyarakat di Sumbawa, utamanya petani, namun kestabilan harga nampaknya masih perlu mendapat perhatian. Petani terkadang mendapatkan harga beli di bawah harga pokok yang sudah ditetapkan pemerintah.

Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, telah menetapkan harga jagung Rp 3.150 per kg untuk kadar air 15 persen, Rp 3.050 untuk kadar air 20 persen, dan seterusnya. Namun kenyataannya, harga sering tidak menentu.

"Tahun lalu harga sangat baik. Sampai ke gudang mencapai Rp 3.800. Tapi sekarang sampai gudang pedagang, paling harganya Rp 3.150 untuk kadar air Rp 16-17 persen. Padahal tidak dibeli dari ladang (tingkat petani). 'Kami harus keluar biaya lagi untuk transport, tenaga angkut dan lain-lain untuk sampai gudang," ungkap Wayan.

Hal lain yang masih perlu dibenahi adalah pupuk. Petani sangat tergantung pada pupuk karena dengan pemakaian pupuk yang tepat, hasil panen meningkat signifikan. Sayangnya pada musim tanam, yakni Desember-Januari pupuk menjadi relatif langka dan membumbung harganya. Karena itu, petani berharap ketersediaan pupuk bisa lebih terjamin.

Meski mendapatkan tantangan, petani Sumbawa tidak menyerah. Harapan terhadap jagung memang selalu ada dan terjaga sebagai sandaran penghasilan. Juga telah terbukti bahwa kerja keras petanilah yang menjadikan NTB bisa ekspor jagung dalam beberapa tahun terakhir. Layak kiranya harga lebih baik diberikan untuk petani. Dan jika harga jatuh, Bulog hendaknya sigap menyambut jagung petani. Ketersediaan pupuk hendaknya juga bisa dipastikan agar petani bisa lebih bersemangat tanam. (tami)